Jakarta – Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto menjelaskan, ada oknum BPK yang meminta kepada Syahrul Yasin Limpo alias SYL uang Rp 12 miliar jika ingin diterbitkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Kementerian Pertanian (Kementan) RI. Lantas KPK pun didesak untuk segera memeriksa anggota BPK itu.

Baca Juga:

Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba Segera Diadili, Bakal Didakwa Suap dan Gratifikasi

Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menjelaskan bahwa BPK memang patut dicurigai karena telah mengeluarkan predikat WTP itu. Pasalnya, kementerian hingga lembaga bisa dengan gampang mendapatkan predikat WTP.

“Makanya selama ini kementerian atau lembaga negara yang mendapat WTP dari BPK RI patut dicurigai dan tidak gratis,” ujar Uchok kepada wartawan, Kamis 9 Mei 2024.

Baca Juga:

Sekjen DPR Mangkir Panggilan KPK, Minta Diperiksa 15 Mei

Gedung Kementerian Pertanian (Kementan)

Hal itu merujuk kepada fakta persidangan yang telah diungkapkan oleh saksi dalam sidang korupsi SYL. KPK harus segera menangani hal itu dengan cepat.

Baca Juga:

9 Calon Anggota Pansel Capim KPK, 5 dari Unsur Pemerintah dan 4 Masyarakat

“KPK harus membuka penyidikan baru karena adanya temuan baru yaitu disebutnya nama anggota baru BPK Haerul Saleh dan terbukanya kasus baru yaitu program food estate di Kementan,” ucap Uchok.

“Apalagi ternyata proyek food estate ini kurang kelengkapan dokumennya,” lanjutnya.

Menurut Uchok, ketidaklengkapan dokumen dan administrasi ini menjadi awal terjadinya korupsi.

“Korupsi dimulai dari tidak adanya dokumentasi. Dan dugaan pemerasan dan gratifikasi dalam proyek food estate ini yang harus diuangkap,” tegasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto menyebut ada oknum di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta Rp 12 miliar agar bisa menerbitkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Kementerian Pertanian (Kementan) RI.

Kendati demikian, Kementan RI hanya bisa menyanggupi Rp 5 miliar. Hal itu diungkapkan oleh Hermanto ketika dirinya menjadi salah satu saksi di sidang Korupsi Kementan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu 8 Mei 2024.

Jaksa KPK mulanya menanyakan soal permintaan BPK ke Kementan RI. Ia menyebut bahwa hal itu sebagai tindaklanjutnya dari BPK yang meminta uang Rp 12 miliar demi bisa terbitkan predikat WTP.

“Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp12 miliar itu atau hanya sebagian yang saksi tahu?” tanya jaksa di ruang sidang.

Hermanto langsung menyatakan informasinya permintaan BPK tidak bisa disanggupi Kementan. Sebab, Kementan hanya mampu Rp5 miliar.  “Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin enggak salah sekitar Rp5 miliar atau berapa. Yang saya dengar-dengat,” sebut Hermanto.

“Saksi dengarnya dari siapa?” tanya jaksa yang kemudian dijawab Hermanto “Pak Hatta,”.

Sidang pemeriksaan saksi kasus pemerasan dan gratifikasi SYL di Kementan

Namun, Hermanto tidak mengetahui secara detail soal proses pemberian uang itu. Pasalnya, informasi tersebut didapatkan setelah semuanya rampung.

“Hanya dipenuhi Rp 5 miliar dari permintaan Rp12 miliar. Saksi mendengarnya setelah diserahkan atau bagaimana pada saat cerita Pak Hatta kepada saksi?” tanya jaksa.

“Sudah selesai. Saya enggak tahu proses penyerahannya kapan, dari mana uangnya,” sebut Hermanto.

Halaman Selanjutnya

Menurut Uchok, ketidaklengkapan dokumen dan administrasi ini menjadi awal terjadinya korupsi.

Halaman Selanjutnya